Buddha Shakyamuni
Rupang Buddha Giok Shakyamuni terbuat dari batu giok berkualitas ratna manikam, yakni batu giok langka tembus cahaya (“Polar Pride”) yang ditemukan di Kanada pada tahun 2000. Atas nasihat dari Lama Zopa Rinpoche dan Om Salim Lee, rupang Buddha Giok Shakyamuni mulai dibawa berkeliling untuk memberikan inspirasi kepada banyak orang; untuk membangkitkan bakti dan pikiran welas asih agar banyak makhluk mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian.
Tur “perdana” Buddha Giok dimulai pada hari Minggu, 29 Aug 2010 di lima vihara di daerah Tangerang dimana para umat selain berkesempatan memberikan penghormatan pada Buddha Giok, juga berkesempatan mendengarkan sharing Dharma. Tempat-tempat yang dikunjungi dan sharing Dharma yang diberikan yaitu:
Anak-anak Sekolah Minggu Vihara Tiratana
Berbagi cerita dan kepedulian dengan anak-anak Sekolah Minggu di Vihara Tiratana, Tangerang. Sekitar 29 putri and 35 putra tampak menikmati dan mengikuti dengan antusias cerita “Lilin” dan lagu “Lilin Kecil,” dengan makna cerita bahwa hidup kita ini karena berkat kebaikan banyak orang, bertindaklah seperti cahaya dalam kegelapan, jadilah orang yang berguna bagi sesama tanpa rasa sombong.
Para remaja di Vihara Tri Maha Dharma
Sekitar 100 pemuda-pemudi di Vihara Tri Maha Dharma, Tangerang mendengarkan sharing Dharma mengenai “Resep Bahagia.” Jika ingin bahagia, pedulilah orang lain. Bukalah hati dengan memperhatikan apa yang dibutuhkan orang lain dan bantulah mereka. Pengisi sharing juga berbagi pengalaman pribadinya ketika ia berbincang-bincang dengan seorang bapak tukang sepatu. Bapak tersebut punya keinginan pulang kampung namun biayanya tidak cukup. Berhubung penghasilannya kecil dan harus membiayai keluarga, kadang-kadang bapak tersebut hanya makan sehari sekali. Dari bincang-bincang ini, bapak tersebut sangat terharu dan bahagia. Ini adalah salah satu contoh memperhatikan sesama atau melayani orang lain.
Vihara Atthanaga Vimuthi, Tangerang
Setelah mendapat penjelasan sekilas tentang Buddha Giok (Jade Buddha), para peserta yang terdiri dari ibu-ibu dan remaja, sekitar 50-60 orang, mengikuti sharing Dharma bertema “Trisarana dan Pancasila.” Pengandalan diibaratkan seperti seorang anak yang mengandalkan ibunya saat ketakutan dan karena dia yakin ibunya dapat menolongnya. Demikian pula, karena ingin keluar dari samsara, kita mengandalkan Triratna. Di samping itu, menjalani hidup sesuai dengan sila merupakan hal yang penting.
Menjalankan sila berarti memperlakukan makhluk lain sewajarnya (fair to others), misalnya menjalankan Pancasila berarti menghargai kehidupan makhluk lain; menghargai kepemilikan orang lain; menghormati hubungan orang lain; memberikan kesan sesuai dengan apa yang kita ketahui; dan tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang mengakibatkan lemahnya kesadaran atau terlibat dalam hal-hal yang menyebabkan ketagihan.
Setelah selesai mendengarkan sharing Dharma, para ibu dengan penuh bakti memberikan penghormatan pada Buddha Giok.
Cetiya Tri Dharma Saddha
Tempat yang dikunjungi berikutnya adalah Cetiya Tri Dharma Saddha dimana sekitar 20-30 orang (terdiri dari ibu-ibu, bapak-bapak dan remaja) mengikuti sharing Dharma tentang “Enam Paramita.” Selama kita terus memikirkan kepentingan diri sendiri, maka kebahagiaan tidak akan tercapai. Kita bahkan keliru mendefinisikan bahwa kebahagiaan itu berarti tercapainya segala keinginan, padahal kita tahu bahwa baik dipenuhi atau tidaknya suatu keinginan, pasti akan digantikan oleh keinginan lain. Dengan memahami bahwa hidup hanya akan bermakna jika kita mulai peduli dan memikirkan orang-orang di sekeliling kita, maka kita bisa membuka hati dan mengerti bahwa semua makhluk mempunyai keinginan yang sama yaitu ingin bahagia. Dengan demikian, kita bertekad untuk mencapai potensi tertinggi agar kita dapat membantu makhluk lain secara maksimal, ini disebut bodhicitta (keinginan untuk merealisasi Penggugahan demi semua makhluk). Berlandaskan bodhicitta, kita mulai menjalankan sepak terjang seorang Bodhisattva yaitu mempraktikkan Enam Paramita (Dana, Sila, Kshanti, virya, Dhyana, dan Prajna).
Cetiya Tri Dharma Guna
Kunjungan berakhir di Cetiya Tri Dharma Guna, Tangerang pada malam hari hingga pukul 21.30 malam. Jumlah umat yang hadir cukup banyak, yakni sekitar 150-160 orang, terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu dan remaja.
Perjalanan ke cetiya cukup menantang karena medannya tidak mudah. Saat membawa Buddha Giok turun dari mobil, ternyata tempatnya masih agak jauh dan mobil tidak bisa masuk sehingga harus berjalan kaki dan jalannya berbatu serta tidak rata. Akhirnya Buddha Giok dibawa dengan menggunakan troli, dengan bantuan penerangan sebuah senter. Setelah berjalan menempuh jarak sekitar 100 meter, akhirnya sampai di cetiya. Saat tiba di tempat, para peserta sudah diberitahu dan mereka menanti dengan antusias dan penuh devosi.
Tema Dharma yang dibahas adalah tentang “Indahnya Kasih Sayang.” Hidup ini akan menjadi lebih ringan dan bahagia bila dalam hati ada kasih sayang. Bila kita melakukan segala sesuatu berdasarkan kasih sayang, maka kita tidak lagi memikirkan kepentingan diri sendiri. Jika kita menikmati hal-hal yang kita lakukan maka timbullah virya (semangat untuk berbuat baik secara spontan) yang memicu munculnya kreativitas, energi dan kebahagiaan dalam memberi manfaat kepada sesama. Banyak hal bermanfaat yang dapat kita berikan pada banyak orang bila di hati kita ada kasih sayang.
Hingga sharing Dharma berakhir, para peserta tetap antusias dan memberikan penghormatan pada Buddha Giok dengan raut wajah yang bahagia.
Terima kasih kepada teman-teman yang telah menyempatkan diri dan ikut menemani dari pagi hingga malam hari. Meskipun secara fisik cukup melelahkan, namun hati “happy” karena dapat ikut serta berbagi kebahagiaan dengan banyak orang.
|
KEMBALI |