Pada tanggal 16 s/d 22 Agustus 2012 Potowa Center mengadakan kegiatan tahunan yaitu Belajar Bareng (Belabar) bersama Upasaka Salim Lee dengan tema "Hidup Tak Gentar, Bumi Ini Saksiku." Belabar yang diikuti sekitar 80 peserta ini diisi dengan kegiatan meditasi, berbagi Dhamma, membahas sutta dan diskusi kelompok.
Dalam Belabar kali ini, Om Salim mengawalinya dengan meminta semua peserta untuk memikirkan dan menulis "tiga hal yang diinginkan dalam hidup ini; tiga hal yang ditakuti atau yang tak diinginkan; kebaikan yang kita terima dari orang lain; dan kebajikan yang kita berikan untuk orang lain." Untuk tiga hal yang diinginkan dan tiga hal yang tak diinginkan, semua respons dari tiap peserta kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaan. Dari hasil respons, ternyata poin yang menyangkut hubungan dengan orang lain banyak disebut misalnya hubungan dengan orang tua, keluarga, anak, teman, pasangan, aktivitas sosial, dan sebagainya. Rata-rata yang diinginkan dalam suatu relationships adalah hubungan yang baik dan harmonis dengan orang lain, bisa berkomunikasi, memiliki pasangan yang sesuai, dan sebagainya. Dan hal-hal yang tak diinginkan misalnya permusuhan, perpisahan, pasangan tidak sesuai, hubungan yang tidak harmonis, dan sebagainya.
Selain mengenai hubungan, respons yang masuk juga dikelompokkan dalam hal kepemilikan materi dimana yang diinginkan adalah: memiliki kekayaan, rumah, makanan yang cukup, bisa ke luar negeri, pekerjaan yang baik, bebas dari masalah finansial dan sebagainya. Dan hal-hal yang tak diinginkan adalah tidak ada uang, kehidupan miskin, kegagalan dalam mata pencaharian dan sebagainya. Kelompok terakhir berkaitan dengan mental dan spiritual, untuk ini hal-hal yang diinginkan adalah meningkatkan kapasitas mental, bisa aware dalam setiap gejolak, menerima segala sesuatu apa adanya, ketemu Buddhadharma, ingat untuk praktik Buddhadharma, berani menghadapi kenyataan, bebas dari kemarahan, menikmati hidup dengan bahagia, melihat semua makhluk bahagia, menjadi orang yang lebih baik dan sebagainya. Dan hal-hal yang tak diinginkan adalah tidak bisa mengatasi reaksi emosi, menjadi orang yang tidak baik, mengulangi kesalahan, malas dan tidak disiplin, senang melihat penderitaan makhluk lain dan sebagainya.
Berhubung dari semua tanggapan peserta, kebanyakan menyinggung bagaimana menjalin hubungan dengan orang lain, maka dalam Belabar kali ini banyak dibahas tentang relationships. Relationships atau hubungan adalah pengalaman berinteraksi antara dua orang atau lebih. Jadi interaksi itu sendiri, belum merupakan suatu hubungan, perlu ada unsur pengalaman (yang dialami) di dalamnya.
Agar para peserta dapat menghayati hal yang ingin disampaikan, maka dilakukanlah roles plays. Dari roles plays, disimpulkan bahwa pada dasarnya jenis hubungan dapat dibagi menjadi tiga, yakni: 1. Kontrak yaitu hubungan yang saling menguntungkan. Hubungan ini bercirikan ingin mendapatkan sesuatu (we want to get something). Hubungan ini beresiko karena bila salah pihak timpang maka akan muncul rasa kecewa, sedih, dirugikan dan sebagainya. Jual-beli adalah termasuk hubungan yang bersifat kontrak; 2. Kongsi yaitu bersama-sama melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Hubungan ini bercirikan melakukan sesuatu (we do something); 3. Koneksi (Connect) yakni "just be" dimana dalam hubungan ini kita berani hadir bersama orang lain. Dalam hubungan ini, tak ada tendensi untuk mendapatkan sesuatu. We don't do anything. Namun kita berani hadir sepenuhnya. Umumnya kita merasa kita harus melakukan sesuatu. Sebagai contoh, saat menjenguk orang sakit, biasanya kita mengajukan bermacam-macam pertanyaan klasik yang mungkin malah menyulitkan atau membebani orang tersebut. Padahal yang dibutuhkan mungkin hanyalah kehadiran dan kebersamaan kita.
Simulasi 'roles play' menerangkan jenis-jenis hubungan
Perlu diketahui bahwa tiga hal berikut melemahkan pondasi suatu hubungan atau membuat hubungan menjadi rapuh. Pertama, kita menginginkan hubungan yang selalu langgeng. Padahal setiap ada pertemuan, akan ada perpisahan. Ketahuilah bahwa cepat atau lambat, setiap hubungan akan berakhir, dengan kata lain ketahuilah anicca. Kedua, kita mungkin mengandalkan suatu hubungan dan berpikir bahwa inilah kebahagian saya, bahwa hubungan ini akan memecahkan masalah saya. Berpikir bahwa hubungan ini akan membuat kebutuhan emosi terpenuhi dalam bentuk kenyamanan atau kebahagiaan, bahwa hubungan ini akan membawa kebahagiaan bagi saya, itu berarti kita tidak mengerti dukkha. Ketiga, dalam berinteraksi, kita biasanya ingin menjadi 'seseorang,' kita ingin membangun image atau sosok, misalnya kita melakukan hal baik karena ingin disebut orang baik. Atau sebagai guru, kita berpikir 'saya lebih tahu.' Atau kita mati-matian membangun image agar dianggap sebagai keluarga yang bahagia. Hubungan bisa porak-poranda jika kita selalu ingin menjadi 'seseorang.' Ini disebut tidak mengetahui anatta.
Diskusi kelompok membahas sharing dari Om Salim
Dikatakan bahwa sebab dukkha adalah tanha yaitu rasa haus atau kekurangan dimana kita merasa tak pernah cukup. Tanha biasanya dibagi tiga yaitu kama tanha – selalu butuh stimulasi akan kesenangan indrawi: dilihat, didengar, diraba dan sebagainya, terutama berhubungan dengan panca indra. Yang kedua adalah bhava tanha yaitu segala sesuatu yang kita pertahankan misalnya saya ingin hidup saya seperti ini, saya ini orangnya begini, termasuk keengganan kita untuk menganalisa atau suka mencap diri sebagai pemarah sehingga saat kita marah, kita anggap orang lain mestinya paham bahwa 'saya ini pemarah.' Dan yang terakhir adalah vibhava tanha yaitu kita tidak mau hal yang tak kita sukai misalnya tidak ingin jadi tua, tak ingin sakit, tak ingin gemuk dan sebagainya.
'Mindfullness Yoga'
Malam sebelum Buddha merealisasi Penggugahan, muncullah Mara dengan pasukan-pasukannya yang melempari beliau dengan tombak dan pedang dimana hal ini merupakan manifestasi dari kemarahan. Begitu tahu bahwa semua ini hanyalah pengalaman rasa marah, seketika itu juga pedang dan tombak yang dilemparkan menjadi bunga dan Mara beserta pasukannya lenyap. Kemudian muncullah putri-putri Mara yang merupakan manisfestasi dari keinginan indrawi, begitu melihatnya sebagai pengalaman, putri-putri Mara tersebut hilang. Terakhir Mara sendiri menampakkan diri dan menantang Buddha. Buddha lalu menggerakkan tangannya menunjuk ke tanah dan berkata "Bumi ini saksi-Ku" (bhumispharsa mudra), yang berarti "selalu di sini dan sekarang." Kita pun harus berani menggunakan mudra ini dan mengatakan kita ini selalu ada di sini dan sekarang. Hidup memang sering up dan down. Kita perlu terbuka dan menyambut segala pengalaman yang ada. Misalnya saat rasa takut muncul. Ketahuilah bahwa ada rasa takut yang muncul, tanpa kita menambah-nambahkannya. Jadi kita perlu membedakan sensasi yang muncul dan reaksi-reaksi setelah itu. Biasanya kita sibuk mengurusi reaksi-reaksi yang berentetan, sehingga kita tak bisa berpikir jernih.
Ketahuilah bahwa semua pengalaman itu berubah-ubah, muncul dan berlalu. Tak perlu 'tersangkut' atau hanyut di dalam emosi-emosi tersebut. Dengan demikian, hati kita menjadi terbuka, kita lebih berani menghadapi apa pun yang muncul. Sebagaimana disebut dalam Sutra Sari (Heart Sutra), karena tiada gangguan pikiran, maka Bodhisattva tak gentar.
Potowa Center |
KEMBALI |