Pada akhir kunjungan Rinpoche di Jakarta, pada tanggal 28 Februari dan 1 Maret 2009, Lama Zopa Rinpoche membabarkan Dharma dengan tema "Lojong (Gladi Pikir) - Delapan Gatha untuk Mengembangkan Kebaikan Hati" di Hotel Mega Anggrek, Jalan Arjuna Selatan No. 4, Kemanggisan, Jakarta Barat. Rinpoche membabarkan Dharma dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh Up. Salim Lee, Guru di Potowa Center.
Dalam pembabaran Dharma yang berlangsung selama dua hari, Rinpoche menjelaskan betapa beruntungnya kelahiran sebagai manusia. Rinpoche juga mengingatkan bahwa kehidupan sebagai manusia ada batasnya, kematian itu pasti tetapi waktunya tidak pasti. Seringkali kita berpikir kalau kita akan hidup selamanya sehingga kita tidak menghargai kehidupan. Saat kematian tiba, tidak ada apapun yang dapat kita bawa selain tilasan-tilasan perbuatan yang telah kita lakukan semasa hidup. Untuk itu, sangatlah tidak bermanfaat jika hidup hanya terikat pada ketenaran, kekayaan, kekuasaan, dan lainnya.
Rinpoche menjelaskan bahwa intisari dari semua ajaran adalah prajna paramita. Dengan memahami prajna paramita, ini mempurifikasi cara pandang yang keliru sehingga kita bisa melihat keadaan sebagaimana adanya; melihat realita secara benar. Kita memahami bahwa objek tidak bersifat hakiki dari dirinya sendiri.
Ada tiga macam latihan yang diajarkan oleh Buddha, yaitu:
1.Jangan melukai atau merugikan makhluk lain, menjalankan sila.
2.Mempertajam kewaspadaan, pikiran yang tenang, tajam, dan terkonsentrasi, yaitu pikiran yang sadar atas apa yang kita katakan dan lakukan.
3.Adhi prajna, belajar mengetahui sifat keberadaaan sebenarnya, termasuk sifat keberadaan yang berubah-ubah dan mempunyai sifat tidak memuaskan.
Rinpoche menjelaskan bahwa semua makhluk di samsara terikat pada cara berpikir yang selalu mementingkan diri sendiri dan menjadikan materi sebagai 'bos' atau 'pemimpin.' Semua ini hanya akan membawa ketidakpuasan. Agar memiliki cara pandang yang benar, dibutuhkan Triratna sebagai andalan.
Menurut para Geshe Kadampa, seperti yang dijelaskan Rinpoche, ajaran tentang Lojong (Gladi Pikir) diawali dengan mengetahui bahwa keberadaan samsara bersifat tidak memuaskan sehingga kita memutuskan untuk mengentaskan diri, keluar dari kondisi ini. Untuk dapat mengentaskan diri, perlu mengetahui realitas yang sebenarnya, yang didapat dari belajar dan menganalisa, dan bermeditasi tentang shunyata serta menumbuhkan kepekaan dan kepedulian pada semua makhluk. Kita mengerti bahwa makhluk lain juga menginginkan kebahagiaan dan tidak menginginkan penderitaan. Dengan begitu timbullah maha karuna dan bodhicitta, keinginan mencapai penggugahan untuk membebaskan semua makhluk.
Berpikir bahwa hidup ini, bahwa segala sesuatu bersifat hakiki dari sisinya sendiri, bukan diberi label oleh citta adalah sebab dari semua duhkha.
Sebab kita terlahir sebagai manusia adalah karma yang disebabkan oleh avidya. Karma yang lebih spesifik adalah kesalahpengertian tentang saya. Kita percaya bahwa benar-benar ada 'saya' yang solid, yang independen, bukan hanya diimputasi dari citta. Ini adalah cara pandang dan konsep hidup yang jauh dari realita. Namun meskipun 'saya' tidak bersifat hakiki dari sisinya sendiri, ada 'saya' yang lapar, 'saya' yang bekerja membanting tulang, 'saya' yang selalu dilanda keinginan dan ketidakpuasan, ada 'saya' yang melakukan semua aktivitas ini. Akan tetapi 'saya' tersebut tidak lain dari apa yang hanya diimputasi citta pada basis ini, pada gabungan tubuh dan citta ini.
Konflik dan peperangan terjadi juga karena konsep saya yang kalau dianalisa ternyata tidak ada sama sekali, yang ada hanya perasaan mengalami kejadian tersebut. Setiap kita bereaksi, jika reaksi itu menimbulkan sesuatu yang tidak nyaman, ingatlah bahwa ini hanya perasaan-perasaan. Sesungguhnhya tidak ada sosok/tokoh yang merasakan begitu, yang ada hanya perasaan mengalami.
Menganggap adanya saya yang solid, independen, dan bukan hanya diimputasi dari citta – inilah halusinasi. Mengerti hal ini adalah kunci dicapainya kebahagiaan. |
KEMBALI |